Abstraksi
Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan
di beberapa
daerah di Provinsi Aceh pada Februari
2017, dihasilkan NTP sebesar
95,44 atau mengalami penurunan indeks sebesar 0,67 persen. Hal ini dikarenakan
indeks yang diterima petani (It) mengalami penurunan , yaitu dari 121,01 pada
Januari 2017 menjadi 120,32 pada Februari tahun yang sama.
Terjadi Penurunan NTP pada seluruh subsektor, terkecuali subsektor
Hortikultura. Subsektor
Hortikultura mengalami peningkatan NTP sebesar 0,62 persen. Sebaliknya, subsektor
yang mengalami penurunan tajam adalah Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 1,55
persen. Diikuti Subsektor Peternakan dengan penurunan mencapai 1,00 persen dan
Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,39 persen. Sedangkan Subsektor Perikanan
tercatat menurun sebesar 0,29 persen.
Indeks
Harga yang Diterima Petani (It) pada Februari
2017 menurun sebesar 0,57 persen dibandingkan periode sebelumnya. Penurunan tersebut terjadi pada seluruh subsektor, terkecuali Subsektor
Hortikultura. Subsektor
Hortikultura mengalami peningkatan It sebesar 0,70 persen. Sebaliknya,
subsektor yang mengalami penurunan tajam adalah tanaman perkebunan rakyat
sebesar 1,41 persen. Diikuti Subsektor Peternakan dengan penurunan mencapai
0,94 persen dan Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,31 persen. Sedangkan Subsektor
Perikanan tercatat menurun sebesar 0,12 persen.
Selama Februari
2017, Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) di Provinsi
Aceh meningkat sebesar 0,10
persen dibanding periode sebelumnya. Yaitu 125,94 pada Januari menjadi 126,06
pada Februari dalam tahun yang sama. Peningkatan Ib tersebut terjadi pada seluruh subsektor dengan peningkatan tertinggi pada Subsektor
Perikanan sebesar 0,17 persen, sementara Subsektor Peternakan mengalami
peningkatan terendah sebesar 0,06 persen.
Dari 33 Provinsi yang dilaporkan, hanya 15 Provinsi yang mengalami peningkatan NTP sedangkan 18
Provinsi lainnya mengalami penurunan. Provinsi yang mengalami peningkatan
tertinggi berturut-turut adalah DKI Jakarta sebesar 1,17 persen, diikuti
Kalimantan Tengah sebesar 1,16 persen, dan Kepulauan Riau sebesar 1,00 persen. Sedangkan penurunan tertinggi terjadi di Jawa Timur sebesar 1,27 persen, diikuti Banten dan NTB sebesar 1,06 persen, serta Jawa Tengah sebesar 0,97 persen.
Pemantauan
harga-harga kebutuhan rumahtangga di beberapa daerah perdesaan dalam Provinsi
Aceh selama Februari 2017 mengindikasikan terjadi inflasi di perdesaan sebesar
0,08 persen dengan perubahan indeks konsumsi rumahtangga dari 129,04 pada
Januari 2017 menjadi 129,13 selama Februari 2017.
Inflasi
di Pedesaan tersebut disebabkan oleh naiknya
harga barang dan jasa di semua kelompok terkecuali bahan makanan. Kenaikan
tertinggi terjadi pada subkelompok transportasi dan komunikasi yaitu sebesar 0,94 persen; diikuti oleh subkelompok Makanan jadi,
Minuman, Rokok dan Tembakau yang naik mencapai 0,48 persen. Kenaikan ini dipicu oleh naiknya harga bahan bakar dan
harga rokok.
Dari 10 Provinsi di Sumatera yang dilaporkan, terdapat 4 provinsi yang
mengalami inflasi dengan inflasi tertinggi terjadi di Provinsi Bangka Belitung
sebesar 0,56 persen, diikuti oleh Provinsi Lampung (0,10 persen), Aceh (0,08
persen) dan Jambi (0,02 persen). Sedangkan enam Provinsi lainnya mengalami
deflasi. Provinsi Sumatera Selatan mengalami deflasi tertinggi sebesar 0,59
persen.
Selama Februari 2017, di tingkat petani terjadi penurunan rata-rata
harga gabah kualitas GKP sebesar 0,93 persen. Sejalan dengan itu, harga gabah
GKP di tingkat penggilingan juga menurun sebesar 1,05 persen.
Dibanding bulan sebelumnya, rata-rata harga
gabah kualitas GKP di tingkat petani selama Februari 2017 turun
sebesar Rp 48,05 per kg menjadi Rp 5.134,28 per kg. Sedangkan rata-rata harga
gabah kualitas GKP di tingkat penggilingan turun sebesar Rp 55,46 per kg
menjadi Rp 5.205,42 per kg.